Jumat, 10 Juni 2011

Intelectual Capital


INTELEKTUAL KAPITAL di ORGANISASI



Intelektual kapital (intelectual capital) adalah sebuah peran yang sangat penting dan sangat strategis di organisasi. Nahapiet dan Ghoshal (1998), intelektual kapital adalah pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu kolektivitas sosial, seperti organisasi, komunitas intektual, atau praktek profesional.
Klein dan Prusak (Stewart, 1997), intektual kapital adalah materi intektual yang diformalisasi, ditangkap, dan dimanfaatkan untuk produksi aset yang nilainya lebih tinggi. Setiap organisasi menempatkan materi intektual dalam bentuk aset dan sumber daya, perspektif dan kemampuan eksplisit dan tersembunyi, data, informasi, pengetahuan, dan mungkin kebijakan.
Hubert Saint Onge (Stewart, 1997) membagi intektual kapital dalam tiga bagian, yyaitu: (1) human capital atau modal manusia, (2) struktural capital atau modal struktural, dan (3) customer capital atau modal pelanggan.
Human Capital
Human capital merupakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan profesional dan economic rent. Teory human capital membedakan human capital dalam:firm-specific human capital dan  industry-specific  human capital (Coff, 1997). Firm-specific human capital merupakan serangkaian pengetahuan mengenai rutinitas dan prosedur yang khas dari sebuah perusahaan, yang membatasi nilai tersebut keluar dari perushaan tersebut. Industry-specific human capital merupakan pengetahuan yang khas dalam suatu industri yang tidak dapat ditransfer ke industri lain.
Industry-specific  kurang memiliki spesifikasi perusahaan, sehingga seseorang profesional dapat pindah dari suatu perusahaan ke perusahaan lainnya di seluruh pasar ( dalam industri yang sama) tanpa menghilangkan nilai industry specific perusahaan sebelumnya.
Titik awal dari sebuah pertumbuhan perusahaan dimulai dari human capital. Jika intellectual capital adalah sebuah pohom, maka manusia adalah getahnya. Manusialah yang yang menjadikan perusahaan tumbuh. Kontibusi human capital ke dalam perusahaan. Pertama, karyawan dengan human capital tinggi lebih memungkinkan untuk memberikan layanan yang konsisten dan berkualitas tinggi, dengan demikian perusahaan, tempat dimana mereka bekerja dapat mempertahankan pelanggan atau menarik pelanggan baru. Kedua, pelanggan potensial dapat mempergunakan kualitas human capital dari karyawan sebagai filter memilih layanan yang mereka sediakan. Jika informasi mengenai kualitas layanan suatu perusahaan tersedia, tingkat pendidikan dan pengalaman perusahaan dapat bertindak sebagai indikator kemampuan dan kompetensi perushaan tersebut.
Banyak perusahaan yang mementingkan human capital. General Electric telah melakukannya, yaitu dengan melakukan progaram Work-Out GE (Stewart, 1997). Program ini adalah serangkaian pertemuan tanpa akhir, yang melibatkan para karywan untuk mengajukan perubahan-perubahan proses kerja, dan para atasan hadir mendengarkan, menyetujui dan menolak usulan dan gagasan tersebut. Menurut Jack Welch, satu-satunya ide yang patut dipertimbangkan adalah ide kelas A. Tidak ada tempat kedua. Itu artinya harus melibatkan setiap orang di perusahaan.
Tiga macam ketrampilan yang menyangkut tugas, proses atau bisnis apapun. Yaitu:
  • Commodity skill: kemampuan yang tidak spesifik untuk suatu bisnis tertentu, dapat langsung diperoleh dan lebih kurang sama nilainya bagi setiap bisnis. Misal: mengetik.
  • Leverage skill: pengetahuan yang meskipun tidak spesifik untuk perusahaan industri, namun relatif lebih berharga bagi suatu perusahaan dari pada perusahaan yang lain. Miosdal programer di suatu bank berbeda nilainya dengan programer di perusahaan kompeter.
  • Propietary skill: pengetahuan yang spesifik bagi suatu perusahaan. Misalnya: hak patent.
Structural Capital
Yang harus dilakukan oleh pimpinan perusahaan adalah menyimpan dan mempertahankan pengetahuan sehingga pengetahuan tersebut menjadi properti perusahaan. Itulah structural capital. Hanya organisasi sajalah yang dapat menyediakan kontiunitas dasar yang dibutuhkan para pekerja  untuk menjadi efektif. Dan hanyalah organisasilah yang dapat mengkonversikan pengetahuan spesialisasi dari pekerja menjadi kinerja.
Customer Capital
Customer capital atau modal pelanggan adalah hubungan organisasi dengan orang-orang yang berbisnis dengan organisasi tersebut. Saint-Onge memberi definisi customer capital sevagai kedalaman (pnetrasi), kelebaran (cakupan), dan keterkaitan (loyati) dari pelanggan.. Edvinsson menambahkan customer capital adalah kecenderungan pelanggan suatu perusahaan untuk tetap melakukan bisnis dengan perusahaah tersebut.
Customer capital muncul dalam bentuk proses belajar, akses dan kepercayaan. Ketika sebuah perusahaan atau seseorang akan memutudkan membeli, maka keputusan tersebut didasarkan pada kualitas hubungan mereka, harga dan spesifikasi tehnis. Semakin baik hungannnya, semakin besar peluang rencana pembelian akan terjadi. Dan ini berarti semakin besar peluang perusahaan belajar dengan dan dari pelanggan serta pemasoknya.