Perilaku Harga Pasar dan Konsumen - Bab VI Beberapa Contoh Penerapan Teori Harga Pasar
6.1. HARGA BERLIAN LAWAN HARGA UDARA
Dalam dunia yang nyata Bering kita menjumpai kejadian-kejadian yang sepintas lalu kelihatanya aneh. Misalnya saja kits tahu bahwa tanpa berlian kita dapat hidup, akan tetapi tanpa udara dalam waktu beberapa menit saja kita akan mati. Tetapi mengapa udara tidak mempunyai harga sedangkan berlian harganya mahal sekali ?
Dari Gambar 6.1.1. D (U) merupakan kurva permintan pasar akan udara, sedangkan D (B) merupakan kurva permintaan akan berlian. Dari kurva ini jelas bahwa masyarakat menempatkan alat pemuas kebutuhan berpa udara jauh di atas alat pemuas kebutuhan berupa berlian tambahan pula lebih pula lebih inelastik. Tetapi mengapa harga berlian sangat tinggi, sedangkan udara sama sekali tidak mempunyai harga dan karenanya dapat pula kita sebut sebagai barang bebas?
Kita harus ingat bahwa yang menentukan harga pasar bukannya permintaan pasar melulu. Penawaran juga turut menentukannya. Dari Gambar 6.1. i . oleh karena titik potong antara penawaran akan berlian, S (B), dengan kurva permintaan pasar akan berlian D (B)terletak tinggi di atas sumbu horisontal, maka harga berlian yang terjadi juga tinggi, yaitu setinggi E. Di lain pihak penawaran pasar akan udara karena jauh ke kanan tidak berpotongandengan kurva D (U), akibatnya udara merupakan barang bebas, sama sekali tidak ada harga pasarnya.
6.2. JASA WISATA KE BULAN
Sudah dibuktikan bahwa manusia ini mampu mendaratkan sesamanya di bulan. Ini dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : Mengapa sampai sekarang tidak ada perusahaan yang beroperasi dalam bidang penyajian jasa wisata ke bulan? Apakah kenyataan tersebut disebabkan tidak adanya orang yang mempunyai keinginan untuk melanong ke bulan ?
Belum adanya transaksi jual-beli jasa wisatake bulan hingga dewasa ini bukanlah karena tiak ada perusahaan swasta yang mampu menerbangkan langganannya ke bulan; melainkan kalau diterangkan dengan menggunakan konsepsi permintaan dan penawaran jawabnya ialah bahwa sampai sekarang kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar akan jasa wisata ke bulan belum menghasilkan titik potong yang terletak pada kuadran pertama. Gambar 6.2.1. menerangkan hal ini.
Pada gambar tersebut kurva S (B) merupakarr kurva penawaran pasar jasa wisata ke bulan, sedangkan D(B) merupakan kurva permintaan pasar jasa wisata ke bulan. Kurun waktun sekarang kita tandai dengan tanda 0, yaitu kurun waktu 0. pada waktu kurun waktu 0 kita saksikan kurva S(B) tidak saling berpotongan dengan kurva D(B). Ini berarti transaksi jual-beli jasa wisata ke bulan tidak terjadi.
Akhirnya perlu diketengahkan di sini bahwa perekonomian mengalami perubahan. Demikian juga permintaan pasar dan penawaran pasar akan jasa wisata ke bulan juga dapat berubah dari kurun waktu ke satu ke kurun waktu berikutnya. Dapatlah kiranya diramalkan bahwa dengan berlalunya kurva D(B) bergeser ke kanan, misalnya saja sebagai akibat semakin banyaknya jumlah si kaya dan semakin tinggi pendapatan si kaya. Di lain pihak kurva S(B) mungkin juga bergeser ke kanan sebagai akibat adanya penemuan-penemuan baru yang dapat menyebabkan rendahnya biaya pembuatanpesawat yang diperlukan untuk mengangkut para wisatawan ke bulan. Dari Gambar 6.2.1. kita saksikan bahwa baru pada periode ke 2 kita jumpai adanya titik potong kurva D(B) dengan kurva S(B) pada kuadran positif untuk harga dan untuk kuantitas. Ini berarti bahwa pada periode ke 2 tesebut mulailah kita jumpai transaksi jual-beli jasa wisata ke bulan.
6.3. ANTRIAN DAN JATAH
Pada masa Orde Lama kita sering melihat adanya antrian membeli barang. Tetapi sekarang jarang kita jumpai antrian-antrian tersebut. Terhadap kenyataan seperti ini kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa antrian timbul karena jumlah persediaan tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kalau kita teliti betul, timbulnya antrian sebetulnya bukan disebabkan oleh karena jumlah persediaan tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat, melainkan disebabkan oleh adanya pengawasan harga oleh pemerintah. Dengan harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah yang lebih rendah daripada titik potong kurva permintaan pasar dengan kurva penawaran pasar, akan timbul antrian. Perhatikan Gambar 6.3.1.
Apabila dengan kurva permintaan pasar DD dan kurva penawaran pasar SS yang mempunyai titik potong E, pemerintah menetapkan harga tertinggi OF, maka akan timbul kelebihan permintaan AB. Kelebihan permintaan ini dapat terjelma dalam bentuk antrian, yang panjang-pendeknya tergantung kepada bentuk kurva permintaan pasar, bentuk kurva penawaran pasar dan jarak perbedaan antara tingginya harga tertinggi yang ditetapkan pemerintah dengan titik potong kurva permintaan pasar dengan kurva penawaran pasar tersebut.
Apabila pemerintah menghendaki harga barang Z tetap setinggi OF yang tidak disertai adanya antrian, pemerintah harus memasukkan tambahan penawaran barang Z tersebut sebanyak AB sehingga kurva dari pasar lain atau kalau dari pasar yang sama haruslah dipenuhi syarat bahwa tambahan penawaran tersebut berasal dari pembelian pemerintah pada periode-periode sebelumnya.
Akan tetapi apabila pemerintah tidak berhasil memasukkan tambahan penawaran yang dibutuhkan tersebut, antrian tidak dapat dihindarkan. Untuk mengatasi masalah ini pada umumnya metode distribusi tidak lagi diserahkan kepada mekanisme pasar meliankan dipergunakan sistem jatah, yang dalam literatur biasa disebut sitem rationing. Dalam sistem rationing maupun sistem antrian, mereka yang berhasil memperoleh jatah tendensinya memperoleh keuntungan lebih tinggi sekitar FH per Z, oleh karena harga beli ditetapkan OF, sedangkan harga jualnya (dengan sendirinya di pasar gelap) adalah sekitar OH.
Apabila tidak ada pengawasan harga pemerintah antrian sebagai akibat daripada adanya kelebihan permintaan tidak akan terjadi, sebab kelebihan permintaan akan mengakibatkan meningkatnya harga, sedangkan meningkatnya harga akan memperkecil kelebihan permintaan. Gejala ini akan terus berlangsung sehingga kelebihan permintaan sama sekali hilang.
6.4. PAJAK PENJUALAN
Pajak penjualan dan pajak-pajak tidak langsung lainnya sangat populer; banyak dipergunakan oleh pemerintah antara lain sebagai sumber pendapatan negara. Yang tergolong dalam kategori pajak tidak langsung, antara lain ialah pajak penjualan, pajak penjualan impor, cukai, bea masuk, dan pajak ekspor. Semua ini disebut sebagai pajak tidak langsung oleh fihak yang menyerahkan pungutan pajak bukannya fihak yang dikenai pajak. Dalam hal ini yang bertindak sebagai fihak yang diserahi tugas oleh pemerintah untuk memungut pajak adalah para penjual hasil pungutan pajak tersebut oleh para penjual diserahkan kepada pemerintah. Sebaliknya dalam hal ini oleh penjual beban pajak tersebut dilimpahkan kembali kepada pemakai barang tersebut.
Tetapi masalahnya ialah apakah betul penjual bisa melimpahkan seluruh pajak penjualan tersebut kepada pemakai? Untuk jawabannya kita perhatikan uraian di bawah ini.
Pertama-tama kita harus mengetahui bahwa pajak penjualan dapat dianggap sebagai tambahan harga yang harus dibayarkonsumen atau sebagai pengurangan hasil penerimaan yang diterima oleh penjual. Untuk pendekatan yang pertama, pajak penjualan menyebabkan
bergesernya kurva penawaran ke atas dengan jarak sebesar pajak penjualan per unit yang dikenakan. Sedangkan menurut pendekatan kedua pajak penjualan menyebabkan bergesernya kurva permintaan ke bawah juga dengan j arak sebesar paj ak penjualan per unit yang dikenakan.
Di bawah ini kita uraikan tiga kasus yang berbeda mengenai pelimpahan pajak penjualan tersebut dengan menggunakan Gambar 6.4.1. :
A. Penawaran Inelastik Sempurna. Dari gambar A jelas bahwa dengan kurva penawaran pasar yang inelastik sempurna, pungutan pajak penjualan sama sekali tidak dapat digesrekan kepada konsumen. Seluruh pajak menjadi beban penjual. Dengan pajak penjualan setinggi p = EF = EEP volume transaksi jual-beli tetap sebesar OS unit. Pembeli, yaitu konsumen, untuk setiap unti barang Z, membayar dengan harga OHK = SE. Penerimaan bersih penjual atau produsen dari setiap unit barang Z yang terjual, sebelum ada pengenaan pajak penjualan adalah sebesar SE, sedangkan sesudah ada pengenaan pajak berubah menjadi hanya sebesar SF. Perbedaaan sebesar EF diterima pemerintah sebagai hasil pungutan pajak.
B. Permintaan Inelastik Sempurna. Dari gambar B jelas bahwa dengan kurva permintaan pasar yang inelastik sempurna seluruh beban pajak menjadi beban konsumen. Volume transaksi tidak berubah sebanyak OD unit per satuan waktunya. Harga per unit yang harus dibayar konsumen meningkat dari semula DE menjadi DF. Ini dapat ditafsirkan bahwa hasil penerimaan produsen atau penjual untuk setiap unit barang Z yang terjual tetap sebesar OHJ = De. Dengan demikian produsen atau penjual sama sekali tidak menanggung beban pajak. Seluruh pajak yang dibayarkan kepada pemerintah yaitu sebesar EF per Z dilimpahkan kepada pembeli.
C. Permintaan Dan Penawaran Berbentuk Normal. Yang banyak terjadi dalam dunia nyata adalah kasus ini, yaitu kasus di mana kurva permintaan ke kanan menurun dan kurva penawaran ke kanan naik. Dengan dikenakannya pajak penjualan setinggi p, dengan menggunakan pendekatan yang pertama, pajak menyebabkan bergesernya kurva penawaran dari semula SS menjadi SpSp. Kalau dipergunakan pendekatan yang lain, kurva permintaan bergeser dari semula DD menjadi DpDp. Entah pendekatan yang mana yang kita pakai hasil-hasil kesimpulannya akan sama, yaitu : (a) volume transkasi menurun, dari semula sebanyak OZ unit sekarang hanya OZp. (b) harga satuan yang dibayar oleh pembeli semula setinggi OHe = ZE, sekarang meningkat menjadi setinggi OHk = ZpA. Ini berarti ada kenaikan sebesar AB, yang sekaligus merupakan beban pajak yang ditanggung oleh pembeli. (c) penerimaan per unit yang diterima oleh penjual berkurang dari semula setinggi OHe = ZE, sekarang tinggal setinggi OHj = ZpC. Perbedaannya, yaitu sebesar BC,menunjukkan besarnya beban pajak per unit yang ditanggung oleh penjual.
6.5. SPEKULASI
Kalau kita mendengarperkataan spekulasi, tendensinyadalam angan-angan kitaterbayang rakus seorang spekulan dengan bertindak menekan harga beli mereka serendah-rendahnya dan menentukan harga jual setinggi-tingginya. Sehingga tidak sedikit orang memandang tindakan spekulasi sebagai tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dari segi kepentingan masyarakat.
Pendapatan tersebut tidak selalu dan tidak pula sepenuhnya benar. Sebab, kita sebetulnya mengenal paling tidak dua macam spekulasi, yaitu : (1) spekulasi yang menstabilkan, yang biasa disebut uga destabilizing specultion. Spekulasi yang melabilkan, memang pengaruhnya terhadap perekonomian sangat merugikan. Akan tetapi spekulasi yang menstabilkan bagi masyarkat menguntungkan, bahkan boleh dikatakan diperlukan.
Di bawah ini akan diuraikan mengenai ke dua macam spekulasi tersebut. Untuk spekulasi yang menstabilkan sebagai contoh ilustrasi kita pilih spekulasi beras, sedangkan untuk spekulasi yang melabilkan sebagai contohnya kita pergunakan spekulasi valuta asing.
A. Spekulasi yang Menstabilkan
Di sini yang dimaksud dengan spekulasi ialah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang timbul dari adanya perubahan harga pasar barang yang menjadi obyek spekulasi. Tindakan yang diambil oleh spekulan beras murah, menjualnya pada waktu musim paceklik pda saat mana harga beras mahal, spekulan akan memperoleh keuntungan berupa selisih harga jual dengan harga belinya sesudah dikurangi dengan semua ongkos yang dikeluarkanya.
Spekulasi yang menstabilkan pada umumnya dijumpai dalam kasus-kasus di mana penurunan harga diikuti oleh ramalan akan naiknya harga dan sebaliknya peningkatan harga diikuti oleh ramalan akan turunnya harga barang tersebut. Sebagai contohnya dapat kita ambil spekulasi beras. Seperti kita ketahui untuk beras kita mengenal musim panen dan musrm paceklik. Dengan menggunakan Gambar 6.5. IA. kita melihat bahwa tanpa adanya spekulasinya, kurva penawaran akan beras digambarkan sebagai kurva Sn Sn untuk kurva penawaran pada musim panen dan SkSk untuk kurva penawaran akan beras untuk musim paceklik. Dengan demikian pada musim panen harga beras mencapai ekuilibrium setinggi OHn sedangkan pada musim paceklik harga ekuilibrium beras mencapai setinggi OHk. Fluktuasi harga beras tanpa adanya spekulasi dengan sendirinya akan berbentuk kurva gelombang HH pada Gambar 6.5. IA.
Dengan mengetahui pola fluktuasi hargaberas tersebut, para spekulan mempertimbangkan bagaimana kalau membeli beras pada musim panen dan menjualnya pada waktu paceklik dengan maksud mendapatkan keuntungan. Karena perbedaan harga pada musim panen dengan pada musim paceklik cukup besar, yang berarti tindakan spekulasi diperkirakan menguntungkan, maka permintaan akan beras meningkat dari semula sebesar D sekarang menjadi D + Ds dengan perbedaan sebesar jumlah permintaan akan beras untuk maksud spekulasi. Sebagai akibat daripada adanya spekulasi tersebut harga pasar yang terjadi pada musim panen tidak lagi setinggi OHn tetapi sekarang setinggi OHsn . Perhatikan juga Gambar 6.5. 1B.
Apabila musim paceklik tiba tidak ada alasan bagi spekulan untuk menyimpan terus beras yang dibelinya pada waktu musim panen. Mereka tahu bahwa harga beras, sesudah musim paceklik lewat akan turun lagi. Dengan demikian mereka akanmenjual persediaan beras yang mereka beli pada waktu musim panen. Sebagai akibatnya penawaran akan beras di pasar meningkat dari Sk ke Sk + Ss, dan karenanya harga ekuilibrium pada musim paceklik tidak lagi setinggi OHk, melainkan setinggi OHsk. Dengan demikian, justru sebagai akibat adanya spekulasi, harga beras menjadi lebih stabil. Pada waktu musim panen harga beras menurunnya tidak serendah tidak adanya spekulasi dan pada musim paceklik harga beras tidak meningkat setinggi tanpa adanya spekulasi. Dalam contoh Gambar 6.S.1B fluktuasi harga beras sebagai akibat adanya spekulasi berubah dari HH menjadi HsHs. Terbuktilah sekarang bahwa spekulasi ada yang pengaruhnya justrumenstabilkan harga.
B. Spekulasi yang melabilkan
Contoh yang sangt baik untuk spekulasi yang melabilkan ialah spekulasi valuta asing. Spekulasi yang melabilkan in, yang biasa disebut destabilizing speculation, dalam bidang valuta asing terjadi apabila naiknya harga valuta asing, yang lebih lazim disebut kurs valuta asing diikuti oleh ramalan akan meningkatnya kurs valuta asing tersebut lebih lanjut. Sebagai akibat daripada perkiraan bahwa kurs valuta asing akan terus meningkat, para importir akan berlomba-lomba membeli valuta asing, takut kalau harga valuta asing yang mereka butuhkan harganya naik lagi. Sebaliknya para eksportir bertendensi untuk menahan valuta asing yang ada di tangan mereka. Mereka bertendensi menunggu kurs naik lebih tinggi lagi, sebab dengan cara demikian mereka akan memproleh keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai akibat daripada memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai akibat daripada meningkatnya jumlah valuta asing yang diminta oleh para importir dan menurunnya jumlah valuta asing yang oleh para eksportir sanggup menjualnya, kelebihan permintaan atau excess demand akan valuta asing menjadi bertambah besar. Bertambah besarnya kelebihan permintaan ini mengakibtkan kurs valuta asing meningkat lebih cepat. Meningkatnya kurs valuta asing yang lebih cepat lebih lanjut kembali menimbulkan perkiraan atas ramalan bahwa kurs akan meningkat lebih tinggi lagi. Akibatnya kembali lagi para importir berlomba-lomba membeli valuta asing, sedangkan para kesportir menahan valuta asing yang dimilikinya. Ini lebih lanjut mengakibatkan bertambah besarnya kelebihan permintaan. Demikian seterusnya, proses kenaikan kurs valuta asing yang diikuti oleh bertambah besarnya excess demand yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya kurs valuta asing, akan berjalan terus.
Pada umumnya gejala spekulasi yang melabilkan tersebut diterangkan dengan menggunakan grafik-grafik seperti terlihat pada Gambar 6.5.2A dan Gambar 6.5.2B.
Dari Gambar 6.5.2A kita saksikan bahwa kurva permintaan akan valuta asing DD dan juga kurva penawaran valuta asing SS dalam pasar di mana terdapat destabilizing speculation kedua-duanya mempunyai bentuk yang tidak normal. Kurva permintaan mempunyai lereng yang positif, yaitu ke kanan naik, sedangkan kurva penawaran mempunyai lereng yang sudut negatif, yaitu ke kanan menurun. Dengan kurva permintaan yang berbentuk demikian itu naiknya kurs dari Rp 0 Ko/$ ke Rp OK,/$ misalnya, jusru mengakibatkan bertambahnya jumlah valuta asing yang diminta. Yaitu pada Gambar 6.5.2A dari OVo ke OV2. Sebaliknya dengan kurva penawaran yang menurun ke kanan, naiknya kurs valuta asing dengan KOKI justru mengakibatkan menurunnya jumlah valuta asing yang ditawarkan akan menyebabkan meningkatnya kurs valuta asing lebih tinggi lagi.
Pada Gambar 6.5.2B kita menemukan tiga buah titik potong antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Ketiga titik potong tersebut ialah T1, To dan T2. Dari ke tiga titik potong tersebut hanya titik To merupakan titik ekuilibrium yang stabil oleh karena pada titik tersebut dan titik-titik di dekatnya koefisien arah garis permintaan lebih kecil daripada koefisien arah garis penawaran. Apabila terjadi kenaikan kurs valuta asing sedikit di atas To, akan terjadilah kelebihan penawaran, kelebihan mana mengakibatkan menurunnya kurs valuta asing.
Sebaliknya apabila kurs menurun tiak jauh di bawah To akan terjadi kelebihan permintaan, hal mana menyebabkan kurs kembali meningkat menuju titik To hal ini tidak berlaku untuk titik T1 dan T2. Pada titik potong T1 dan T2 berlaku destabilizing speculation, sebab naiknya kurs valuta asing mempunyai tendensi meningkatkan jumlah kelebihan permintaan, sebaliknya menurunnya kurs valuta asing meninggalkan titik-titik tersebut bertendensi untuk meningkatkan excess supply valuta asing. Kegoncangan atau fluktuasi kurs valuta asing menjadi semakin hebat.
6.6. PERDAGANGAN ANTAR-DAERAH
Kita mengetahui bahwa negara kita terdiri dari banyak pulau. Hal ini membawa kenyataan untuk barang yang sama harganya bisa sangat berbeda di antara daerah atau pulau yang satu dengan daerah atau pulau yang lain. Dengan lain perkataan, kita dalam praktek perlu membedakan antara pasar daerah yang satu dengan pasar daerah yang lain. Adapun mengenai batas-batas daerah/pasar tidak perlu sama dengan batas-batas administrasi pemerintah, melainkan lebih didasarkan kepada faktor-faktor ekonomi, seperti misalnya ongkos transport dan derajat mobilitas barang-barang dan sumber-sumberdaya.
Dari uraian di atas, jelaslah betapa pentingnya kita memiliki pengetahuan tentang perdagangan antar-daerah. Sub-bab ini disajikan untuk menguraikan tentang perdagangan antar-daerah di mana diasumsikan tidak diperlukannya biaya transpor untuk membawa barang dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Sedangkan pada sub-bab 6.7. akan kita saksikan pengaruh biaya transport terhadap perdagangan antar daerah.
Dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan, baik per kapita maupun angka totalnya, kesukaan, selera atau cita rasa penduduk, keaneka-ragaman barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia, dan seterusnya, maka kiranya mudah difahami bahwa kurva permintaan paar akan barang yang sama tendensinya berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Untuk mudahnya kita misalnya suatu negara yang terdiri dari dua pulau, yaitu pulau A dan pulau b, yang mula-mulanya sama sekali tidak ada kontak atau hubungan di antara penduduk ke dua pulau tersebut. Pada Gambar 6.6.1. kita gambar kurva permintaan pasar masyarakat pulau A akan barang Z sebagai kurva DADA, sedangkan kurva yang serupa untuk masyarakat pulau B kita tandai dengan tanda DB DB.
Seperti halnya dengan kurva permintaan, kurva penawaran pasar akan suatu barang juga tendensinya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya keadan sumber-sumber daya, baik kuantitas, kualitas serta komposisinya yang ada di daerah yang satu berbeda dengan yang ada di daerah lain. Pada Gambar 6.6.1. kurva penawaran pasar akan barng Z untuk penduduk pulau A digambar sebagai kurva SASA, sedangkan untuk penduduk pulau B sebagai kurva
SBSB.
Kalau misalnya mula-mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B. Dalam keadaan demikian maka keadaan ekuilibrium pasar di pulau A dan dipulau B akan terbentuk dengan nilai-nilai ekuilibrium :
1, Di pulau A :
(a) harga ekuilirium barang Z = OHA/Z
(b) jumlah konsumsi barang Z = OZA/S.W.
(c) jumlah produksi barang Z = OZA/S.W.
2. Di pulau B :
(a) harga ekuilibrium barang Z = OHB/Z
(b) jumlah konsumsi barang Z = OZB/S.W.
(c) jumlah produksi barang Z = OZB/S.W.
Dari contoh di atas jelas bahwa dalam keadaan tertutup, yaitu tidak ada hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilibrium jumlah produksi selalu sama dengan jumlah konsumsi.
Sekarang kita tinjau apa yang terjadi kalau suatu ketika timbul hubungan antara penduduk A dengan penduduk B?Dengan sendirinya, dengan adanya kontak tersebut para konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang Z di pulau B lebih rendah bila dibandingkan dengan harga barang Z di pulau tempat kediamannya sendiri, sehingga mereka akan berusaha untuk membeli barang Z dari pulau B. Sebaliknya penduduk pulau B dengan mengetahui bahwa harga satuan barang Z di pulau A lebih tinggi daripada harga satua barang Z di pulau tempat tinggal mereka, para produsennya, didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha untuk menjual hasil produksinya berupa barang Z ke pulau A. Oleh karena keinginan para konsumen di pulau A untuk membeli barang Z dari pulau mempunyai sifat komplementer dengan keinginan para produsen di B untuk menjual hasil produsiknya ke pulau A, maka kiraya mudah difahami kalau kemudian terjadi jual beli barang Z antara penduduk pulau B dengan penduduk pulau A.
Terjadinya transkasi jual beli barang Z antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B yang berupa pengalirannya barang Z dari pulau B ke pulau A, mengakibatkan di satu fihak bertambahnya jumlah barang Z yang dapat dibeli oleh para konsumen di pulau A, di lain fihak di pulau B terjadi pengurangan jumlah barang Z yang dapat di beli oleh konsumen setempat. Sebagai akibat daripada kejadian ini maka harga barang Z di pulau A mempunyai tendensi untuk turun sedangkan di pulau B bertendensi untuk naik.
Akibat selanjutnya ialah bahwa sebagai akibat menurunnya harga barang Z di pulau A, maka jumlah barang Z yang oleh para konsumen di pulau A ingin dan sanggup untuk membelinya untuk dikonsumsi bertambah. Kejadian yang sebaliknya terjadi di pulau B. Sebagai akibat meningkatnya harga barang Z di pulau B, maka kesediaan para konsumen untuk membeli barang Z akan menurun.
Produsen di lain fihak memberikan reaksio yang berkebalikan dengan reaksi para konsumen. Sebagai akibat menurunnya harga barang Z di pulau A maka para produsen barang Z di pulau A akan mengurangi produksinya. Sebaliknya para produsen di pulau B; melihat harga pasar barang yang dihasilkan naik, kesediaan mereka untuk menghasilkan barang Z meningkat.
Sebagai akibat daripada bertambahnya konsumsi dan berkurangnya produksi barang Z di pulau A menyebabkan adanya kelebihan konsumsi dari produksi. Sebaliknya di pulau B di mana terdapat peningkatan produksi dan penurunan konsumsi akan terjadi kelebihan produksi di atas konsumsi. Mudahlah kiranya difahami bahwa kelebihan konsumsi barang Z di pulau A akan dipenuhi dari pengiriman kelebihan produksi pualu B.
Proses perubahan di atas, yaitu perubahan harga, perubahan kuantitas yang dihasilkan dan perubahan kuantitas yang dikonsumsi untuk barang Z, baik di pulau A maupun pulau B akan berjalan terus dan akan berhenti hanya apabila jumlah kelebihan konsumsi barang Z oleh penduduk pulau A. Dalam contoh Gambar 6.6.1. perubahan-perubahan tersebut di atas terhenti pada ketinggian harga baik di pulau A maupun di pulau B untuk barang Z per unit setinggi OH, sebab pada ketinggian harga tersebut besarnya kelebihan konsumsi barang Z di pulau A, yang dapat pula disebut supply eficiency, kekurangan penawaran atau kelebihan permintaan barang Z sebesar K sama dengan besarnya kelebihan penawaran barang Z, yang biasa juga disebut adanya excess supply atau adanya surplus barang Z di pulau B, yang besarnya sama dengan S.
Perlu kiranya di sini diketengahkan bahwa kesamaan harga akuilibrium barang Z di daerah minus barang Z pulau A dengan harga ekulibrum barang Z di daerah surplus barang Z pulau B adalah didasarkan kepada asumsi bahwa untuk memindahkan barang Z dari pulau B ke pulau A, atau sebaliknya, sama sekali tidak dibutuhkan pengeluaran biaya transpor.
Setelah kita menemukan harga ekulibrium barang Z yang baru, yaitu setinggi OHt baik di pulau A maupun di pulau B, maka kita akan dapat mengetahui pula besarnya produksi dan konsumsi barang Z tersebut baik di A maupun di B. Di pulau A, jumlah produksi ekulibrium barang Z sebesar OQA, dan jumlah konsumsi ekulibrium barang Z sejumlah OCA. Di pulau B jumlah produksi ekuiibrium barang Z seesar OQB unit dan jumlah konsumsi ekulibrium untuk barang yang sama sebanyak OCB.
Dari contoh di atas jelas kita saksikan bahwa :
1. Untuk daerah surplus berlaku : produksi dikurangi penjualan ke daerah lain sama dengan konsumsi;
2. Untuk daerah minus berlaku : produksi ditambah pembelian dari daerah lain sama
dengan konsumsi.
6.7. PENGARUH ONGKOS TRANSPOR TERHADAP PERDAGANGAN ANTAR DAERAH
Untuk menerangkan perdagangan antar-daerah di mana ada beban ongkos transpor, kita pergunakan Gambar 6.7.1. Dalam gambar tersebut, untuk singkatnya semua biaya selain harga barang bersangkutan yang timbul dari adanya transkasi perdagangan, seperti misalnya ongkos transpor, asuransi, ongkos administrasi, biaya provisi, komisi, ongkos modal dan sebagainya kita jadikan satu dan kita sebut ongkos transpor.
Dengan dimasukkanya ongkos ke dalam model, maka kebagian ekuilibrium akan tercapai apabila dipenuhi syarat-syarat :
(a) harga di daerah minus pengimpor lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga di daerah surplus pengekspor dengan perbedaan setinggi ongkos transpor per unit, dan
(b) pada harga-harga seperti yang diungkapkan pada syarat (a) tersebut diatas, jumlah kesediaan masyarakat daerah minus untuk mengimpor barang bersangkutan sama dengan jumlah kesediaan masyarakatan daerah surplus untuk mengekspornya.
Kalau ini diterangkan pada Gambar 6.7.1., uraian singkatnya adalah sebagai erikut : Apabila t menunjukkan tingginya ongkos transpor per unit barang Z dari daerah A ke daerah B, maka nilai-nilai ekulibrium akan kita jumpai :
Daerah A :
(a) harga ekulibrium : OHA/Z,
(b) ekspor ekulibrium : BC unit barang Z1S.W.
(c) produksi ekulibrium : HAC unit barang Z/S.W.
(d) konsumsi ekulibrium : HAB unit barang ZIS.W.
Daerah B :
(a) harga ekulibrium : OHB/Z,
(b) impor ekulibrium : FG unit barang Z/S.W., di mana FG = BC,
(c) produksi ekulibrium : HBF unit barang ZJS.W.
(d) konsumsi ekulibrium : HBG unit barang Z/S.W.
Dalam dunia yang nyata Bering kita menjumpai kejadian-kejadian yang sepintas lalu kelihatanya aneh. Misalnya saja kits tahu bahwa tanpa berlian kita dapat hidup, akan tetapi tanpa udara dalam waktu beberapa menit saja kita akan mati. Tetapi mengapa udara tidak mempunyai harga sedangkan berlian harganya mahal sekali ?
Dari Gambar 6.1.1. D (U) merupakan kurva permintan pasar akan udara, sedangkan D (B) merupakan kurva permintaan akan berlian. Dari kurva ini jelas bahwa masyarakat menempatkan alat pemuas kebutuhan berpa udara jauh di atas alat pemuas kebutuhan berupa berlian tambahan pula lebih pula lebih inelastik. Tetapi mengapa harga berlian sangat tinggi, sedangkan udara sama sekali tidak mempunyai harga dan karenanya dapat pula kita sebut sebagai barang bebas?
Kita harus ingat bahwa yang menentukan harga pasar bukannya permintaan pasar melulu. Penawaran juga turut menentukannya. Dari Gambar 6.1. i . oleh karena titik potong antara penawaran akan berlian, S (B), dengan kurva permintaan pasar akan berlian D (B)terletak tinggi di atas sumbu horisontal, maka harga berlian yang terjadi juga tinggi, yaitu setinggi E. Di lain pihak penawaran pasar akan udara karena jauh ke kanan tidak berpotongandengan kurva D (U), akibatnya udara merupakan barang bebas, sama sekali tidak ada harga pasarnya.
6.2. JASA WISATA KE BULAN
Sudah dibuktikan bahwa manusia ini mampu mendaratkan sesamanya di bulan. Ini dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : Mengapa sampai sekarang tidak ada perusahaan yang beroperasi dalam bidang penyajian jasa wisata ke bulan? Apakah kenyataan tersebut disebabkan tidak adanya orang yang mempunyai keinginan untuk melanong ke bulan ?
Belum adanya transaksi jual-beli jasa wisatake bulan hingga dewasa ini bukanlah karena tiak ada perusahaan swasta yang mampu menerbangkan langganannya ke bulan; melainkan kalau diterangkan dengan menggunakan konsepsi permintaan dan penawaran jawabnya ialah bahwa sampai sekarang kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar akan jasa wisata ke bulan belum menghasilkan titik potong yang terletak pada kuadran pertama. Gambar 6.2.1. menerangkan hal ini.
Pada gambar tersebut kurva S (B) merupakarr kurva penawaran pasar jasa wisata ke bulan, sedangkan D(B) merupakan kurva permintaan pasar jasa wisata ke bulan. Kurun waktun sekarang kita tandai dengan tanda 0, yaitu kurun waktu 0. pada waktu kurun waktu 0 kita saksikan kurva S(B) tidak saling berpotongan dengan kurva D(B). Ini berarti transaksi jual-beli jasa wisata ke bulan tidak terjadi.
Akhirnya perlu diketengahkan di sini bahwa perekonomian mengalami perubahan. Demikian juga permintaan pasar dan penawaran pasar akan jasa wisata ke bulan juga dapat berubah dari kurun waktu ke satu ke kurun waktu berikutnya. Dapatlah kiranya diramalkan bahwa dengan berlalunya kurva D(B) bergeser ke kanan, misalnya saja sebagai akibat semakin banyaknya jumlah si kaya dan semakin tinggi pendapatan si kaya. Di lain pihak kurva S(B) mungkin juga bergeser ke kanan sebagai akibat adanya penemuan-penemuan baru yang dapat menyebabkan rendahnya biaya pembuatanpesawat yang diperlukan untuk mengangkut para wisatawan ke bulan. Dari Gambar 6.2.1. kita saksikan bahwa baru pada periode ke 2 kita jumpai adanya titik potong kurva D(B) dengan kurva S(B) pada kuadran positif untuk harga dan untuk kuantitas. Ini berarti bahwa pada periode ke 2 tesebut mulailah kita jumpai transaksi jual-beli jasa wisata ke bulan.
6.3. ANTRIAN DAN JATAH
Pada masa Orde Lama kita sering melihat adanya antrian membeli barang. Tetapi sekarang jarang kita jumpai antrian-antrian tersebut. Terhadap kenyataan seperti ini kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa antrian timbul karena jumlah persediaan tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kalau kita teliti betul, timbulnya antrian sebetulnya bukan disebabkan oleh karena jumlah persediaan tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat, melainkan disebabkan oleh adanya pengawasan harga oleh pemerintah. Dengan harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah yang lebih rendah daripada titik potong kurva permintaan pasar dengan kurva penawaran pasar, akan timbul antrian. Perhatikan Gambar 6.3.1.
Apabila dengan kurva permintaan pasar DD dan kurva penawaran pasar SS yang mempunyai titik potong E, pemerintah menetapkan harga tertinggi OF, maka akan timbul kelebihan permintaan AB. Kelebihan permintaan ini dapat terjelma dalam bentuk antrian, yang panjang-pendeknya tergantung kepada bentuk kurva permintaan pasar, bentuk kurva penawaran pasar dan jarak perbedaan antara tingginya harga tertinggi yang ditetapkan pemerintah dengan titik potong kurva permintaan pasar dengan kurva penawaran pasar tersebut.
Apabila pemerintah menghendaki harga barang Z tetap setinggi OF yang tidak disertai adanya antrian, pemerintah harus memasukkan tambahan penawaran barang Z tersebut sebanyak AB sehingga kurva dari pasar lain atau kalau dari pasar yang sama haruslah dipenuhi syarat bahwa tambahan penawaran tersebut berasal dari pembelian pemerintah pada periode-periode sebelumnya.
Akan tetapi apabila pemerintah tidak berhasil memasukkan tambahan penawaran yang dibutuhkan tersebut, antrian tidak dapat dihindarkan. Untuk mengatasi masalah ini pada umumnya metode distribusi tidak lagi diserahkan kepada mekanisme pasar meliankan dipergunakan sistem jatah, yang dalam literatur biasa disebut sitem rationing. Dalam sistem rationing maupun sistem antrian, mereka yang berhasil memperoleh jatah tendensinya memperoleh keuntungan lebih tinggi sekitar FH per Z, oleh karena harga beli ditetapkan OF, sedangkan harga jualnya (dengan sendirinya di pasar gelap) adalah sekitar OH.
Apabila tidak ada pengawasan harga pemerintah antrian sebagai akibat daripada adanya kelebihan permintaan tidak akan terjadi, sebab kelebihan permintaan akan mengakibatkan meningkatnya harga, sedangkan meningkatnya harga akan memperkecil kelebihan permintaan. Gejala ini akan terus berlangsung sehingga kelebihan permintaan sama sekali hilang.
6.4. PAJAK PENJUALAN
Pajak penjualan dan pajak-pajak tidak langsung lainnya sangat populer; banyak dipergunakan oleh pemerintah antara lain sebagai sumber pendapatan negara. Yang tergolong dalam kategori pajak tidak langsung, antara lain ialah pajak penjualan, pajak penjualan impor, cukai, bea masuk, dan pajak ekspor. Semua ini disebut sebagai pajak tidak langsung oleh fihak yang menyerahkan pungutan pajak bukannya fihak yang dikenai pajak. Dalam hal ini yang bertindak sebagai fihak yang diserahi tugas oleh pemerintah untuk memungut pajak adalah para penjual hasil pungutan pajak tersebut oleh para penjual diserahkan kepada pemerintah. Sebaliknya dalam hal ini oleh penjual beban pajak tersebut dilimpahkan kembali kepada pemakai barang tersebut.
Tetapi masalahnya ialah apakah betul penjual bisa melimpahkan seluruh pajak penjualan tersebut kepada pemakai? Untuk jawabannya kita perhatikan uraian di bawah ini.
Pertama-tama kita harus mengetahui bahwa pajak penjualan dapat dianggap sebagai tambahan harga yang harus dibayarkonsumen atau sebagai pengurangan hasil penerimaan yang diterima oleh penjual. Untuk pendekatan yang pertama, pajak penjualan menyebabkan
bergesernya kurva penawaran ke atas dengan jarak sebesar pajak penjualan per unit yang dikenakan. Sedangkan menurut pendekatan kedua pajak penjualan menyebabkan bergesernya kurva permintaan ke bawah juga dengan j arak sebesar paj ak penjualan per unit yang dikenakan.
Di bawah ini kita uraikan tiga kasus yang berbeda mengenai pelimpahan pajak penjualan tersebut dengan menggunakan Gambar 6.4.1. :
A. Penawaran Inelastik Sempurna. Dari gambar A jelas bahwa dengan kurva penawaran pasar yang inelastik sempurna, pungutan pajak penjualan sama sekali tidak dapat digesrekan kepada konsumen. Seluruh pajak menjadi beban penjual. Dengan pajak penjualan setinggi p = EF = EEP volume transaksi jual-beli tetap sebesar OS unit. Pembeli, yaitu konsumen, untuk setiap unti barang Z, membayar dengan harga OHK = SE. Penerimaan bersih penjual atau produsen dari setiap unit barang Z yang terjual, sebelum ada pengenaan pajak penjualan adalah sebesar SE, sedangkan sesudah ada pengenaan pajak berubah menjadi hanya sebesar SF. Perbedaaan sebesar EF diterima pemerintah sebagai hasil pungutan pajak.
B. Permintaan Inelastik Sempurna. Dari gambar B jelas bahwa dengan kurva permintaan pasar yang inelastik sempurna seluruh beban pajak menjadi beban konsumen. Volume transaksi tidak berubah sebanyak OD unit per satuan waktunya. Harga per unit yang harus dibayar konsumen meningkat dari semula DE menjadi DF. Ini dapat ditafsirkan bahwa hasil penerimaan produsen atau penjual untuk setiap unit barang Z yang terjual tetap sebesar OHJ = De. Dengan demikian produsen atau penjual sama sekali tidak menanggung beban pajak. Seluruh pajak yang dibayarkan kepada pemerintah yaitu sebesar EF per Z dilimpahkan kepada pembeli.
C. Permintaan Dan Penawaran Berbentuk Normal. Yang banyak terjadi dalam dunia nyata adalah kasus ini, yaitu kasus di mana kurva permintaan ke kanan menurun dan kurva penawaran ke kanan naik. Dengan dikenakannya pajak penjualan setinggi p, dengan menggunakan pendekatan yang pertama, pajak menyebabkan bergesernya kurva penawaran dari semula SS menjadi SpSp. Kalau dipergunakan pendekatan yang lain, kurva permintaan bergeser dari semula DD menjadi DpDp. Entah pendekatan yang mana yang kita pakai hasil-hasil kesimpulannya akan sama, yaitu : (a) volume transkasi menurun, dari semula sebanyak OZ unit sekarang hanya OZp. (b) harga satuan yang dibayar oleh pembeli semula setinggi OHe = ZE, sekarang meningkat menjadi setinggi OHk = ZpA. Ini berarti ada kenaikan sebesar AB, yang sekaligus merupakan beban pajak yang ditanggung oleh pembeli. (c) penerimaan per unit yang diterima oleh penjual berkurang dari semula setinggi OHe = ZE, sekarang tinggal setinggi OHj = ZpC. Perbedaannya, yaitu sebesar BC,menunjukkan besarnya beban pajak per unit yang ditanggung oleh penjual.
6.5. SPEKULASI
Kalau kita mendengarperkataan spekulasi, tendensinyadalam angan-angan kitaterbayang rakus seorang spekulan dengan bertindak menekan harga beli mereka serendah-rendahnya dan menentukan harga jual setinggi-tingginya. Sehingga tidak sedikit orang memandang tindakan spekulasi sebagai tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dari segi kepentingan masyarakat.
Pendapatan tersebut tidak selalu dan tidak pula sepenuhnya benar. Sebab, kita sebetulnya mengenal paling tidak dua macam spekulasi, yaitu : (1) spekulasi yang menstabilkan, yang biasa disebut uga destabilizing specultion. Spekulasi yang melabilkan, memang pengaruhnya terhadap perekonomian sangat merugikan. Akan tetapi spekulasi yang menstabilkan bagi masyarkat menguntungkan, bahkan boleh dikatakan diperlukan.
Di bawah ini akan diuraikan mengenai ke dua macam spekulasi tersebut. Untuk spekulasi yang menstabilkan sebagai contoh ilustrasi kita pilih spekulasi beras, sedangkan untuk spekulasi yang melabilkan sebagai contohnya kita pergunakan spekulasi valuta asing.
A. Spekulasi yang Menstabilkan
Di sini yang dimaksud dengan spekulasi ialah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang timbul dari adanya perubahan harga pasar barang yang menjadi obyek spekulasi. Tindakan yang diambil oleh spekulan beras murah, menjualnya pada waktu musim paceklik pda saat mana harga beras mahal, spekulan akan memperoleh keuntungan berupa selisih harga jual dengan harga belinya sesudah dikurangi dengan semua ongkos yang dikeluarkanya.
Spekulasi yang menstabilkan pada umumnya dijumpai dalam kasus-kasus di mana penurunan harga diikuti oleh ramalan akan naiknya harga dan sebaliknya peningkatan harga diikuti oleh ramalan akan turunnya harga barang tersebut. Sebagai contohnya dapat kita ambil spekulasi beras. Seperti kita ketahui untuk beras kita mengenal musim panen dan musrm paceklik. Dengan menggunakan Gambar 6.5. IA. kita melihat bahwa tanpa adanya spekulasinya, kurva penawaran akan beras digambarkan sebagai kurva Sn Sn untuk kurva penawaran pada musim panen dan SkSk untuk kurva penawaran akan beras untuk musim paceklik. Dengan demikian pada musim panen harga beras mencapai ekuilibrium setinggi OHn sedangkan pada musim paceklik harga ekuilibrium beras mencapai setinggi OHk. Fluktuasi harga beras tanpa adanya spekulasi dengan sendirinya akan berbentuk kurva gelombang HH pada Gambar 6.5. IA.
Dengan mengetahui pola fluktuasi hargaberas tersebut, para spekulan mempertimbangkan bagaimana kalau membeli beras pada musim panen dan menjualnya pada waktu paceklik dengan maksud mendapatkan keuntungan. Karena perbedaan harga pada musim panen dengan pada musim paceklik cukup besar, yang berarti tindakan spekulasi diperkirakan menguntungkan, maka permintaan akan beras meningkat dari semula sebesar D sekarang menjadi D + Ds dengan perbedaan sebesar jumlah permintaan akan beras untuk maksud spekulasi. Sebagai akibat daripada adanya spekulasi tersebut harga pasar yang terjadi pada musim panen tidak lagi setinggi OHn tetapi sekarang setinggi OHsn . Perhatikan juga Gambar 6.5. 1B.
Apabila musim paceklik tiba tidak ada alasan bagi spekulan untuk menyimpan terus beras yang dibelinya pada waktu musim panen. Mereka tahu bahwa harga beras, sesudah musim paceklik lewat akan turun lagi. Dengan demikian mereka akanmenjual persediaan beras yang mereka beli pada waktu musim panen. Sebagai akibatnya penawaran akan beras di pasar meningkat dari Sk ke Sk + Ss, dan karenanya harga ekuilibrium pada musim paceklik tidak lagi setinggi OHk, melainkan setinggi OHsk. Dengan demikian, justru sebagai akibat adanya spekulasi, harga beras menjadi lebih stabil. Pada waktu musim panen harga beras menurunnya tidak serendah tidak adanya spekulasi dan pada musim paceklik harga beras tidak meningkat setinggi tanpa adanya spekulasi. Dalam contoh Gambar 6.S.1B fluktuasi harga beras sebagai akibat adanya spekulasi berubah dari HH menjadi HsHs. Terbuktilah sekarang bahwa spekulasi ada yang pengaruhnya justrumenstabilkan harga.
B. Spekulasi yang melabilkan
Contoh yang sangt baik untuk spekulasi yang melabilkan ialah spekulasi valuta asing. Spekulasi yang melabilkan in, yang biasa disebut destabilizing speculation, dalam bidang valuta asing terjadi apabila naiknya harga valuta asing, yang lebih lazim disebut kurs valuta asing diikuti oleh ramalan akan meningkatnya kurs valuta asing tersebut lebih lanjut. Sebagai akibat daripada perkiraan bahwa kurs valuta asing akan terus meningkat, para importir akan berlomba-lomba membeli valuta asing, takut kalau harga valuta asing yang mereka butuhkan harganya naik lagi. Sebaliknya para eksportir bertendensi untuk menahan valuta asing yang ada di tangan mereka. Mereka bertendensi menunggu kurs naik lebih tinggi lagi, sebab dengan cara demikian mereka akan memproleh keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai akibat daripada memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai akibat daripada meningkatnya jumlah valuta asing yang diminta oleh para importir dan menurunnya jumlah valuta asing yang oleh para eksportir sanggup menjualnya, kelebihan permintaan atau excess demand akan valuta asing menjadi bertambah besar. Bertambah besarnya kelebihan permintaan ini mengakibtkan kurs valuta asing meningkat lebih cepat. Meningkatnya kurs valuta asing yang lebih cepat lebih lanjut kembali menimbulkan perkiraan atas ramalan bahwa kurs akan meningkat lebih tinggi lagi. Akibatnya kembali lagi para importir berlomba-lomba membeli valuta asing, sedangkan para kesportir menahan valuta asing yang dimilikinya. Ini lebih lanjut mengakibatkan bertambah besarnya kelebihan permintaan. Demikian seterusnya, proses kenaikan kurs valuta asing yang diikuti oleh bertambah besarnya excess demand yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya kurs valuta asing, akan berjalan terus.
Pada umumnya gejala spekulasi yang melabilkan tersebut diterangkan dengan menggunakan grafik-grafik seperti terlihat pada Gambar 6.5.2A dan Gambar 6.5.2B.
Dari Gambar 6.5.2A kita saksikan bahwa kurva permintaan akan valuta asing DD dan juga kurva penawaran valuta asing SS dalam pasar di mana terdapat destabilizing speculation kedua-duanya mempunyai bentuk yang tidak normal. Kurva permintaan mempunyai lereng yang positif, yaitu ke kanan naik, sedangkan kurva penawaran mempunyai lereng yang sudut negatif, yaitu ke kanan menurun. Dengan kurva permintaan yang berbentuk demikian itu naiknya kurs dari Rp 0 Ko/$ ke Rp OK,/$ misalnya, jusru mengakibatkan bertambahnya jumlah valuta asing yang diminta. Yaitu pada Gambar 6.5.2A dari OVo ke OV2. Sebaliknya dengan kurva penawaran yang menurun ke kanan, naiknya kurs valuta asing dengan KOKI justru mengakibatkan menurunnya jumlah valuta asing yang ditawarkan akan menyebabkan meningkatnya kurs valuta asing lebih tinggi lagi.
Pada Gambar 6.5.2B kita menemukan tiga buah titik potong antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Ketiga titik potong tersebut ialah T1, To dan T2. Dari ke tiga titik potong tersebut hanya titik To merupakan titik ekuilibrium yang stabil oleh karena pada titik tersebut dan titik-titik di dekatnya koefisien arah garis permintaan lebih kecil daripada koefisien arah garis penawaran. Apabila terjadi kenaikan kurs valuta asing sedikit di atas To, akan terjadilah kelebihan penawaran, kelebihan mana mengakibatkan menurunnya kurs valuta asing.
Sebaliknya apabila kurs menurun tiak jauh di bawah To akan terjadi kelebihan permintaan, hal mana menyebabkan kurs kembali meningkat menuju titik To hal ini tidak berlaku untuk titik T1 dan T2. Pada titik potong T1 dan T2 berlaku destabilizing speculation, sebab naiknya kurs valuta asing mempunyai tendensi meningkatkan jumlah kelebihan permintaan, sebaliknya menurunnya kurs valuta asing meninggalkan titik-titik tersebut bertendensi untuk meningkatkan excess supply valuta asing. Kegoncangan atau fluktuasi kurs valuta asing menjadi semakin hebat.
6.6. PERDAGANGAN ANTAR-DAERAH
Kita mengetahui bahwa negara kita terdiri dari banyak pulau. Hal ini membawa kenyataan untuk barang yang sama harganya bisa sangat berbeda di antara daerah atau pulau yang satu dengan daerah atau pulau yang lain. Dengan lain perkataan, kita dalam praktek perlu membedakan antara pasar daerah yang satu dengan pasar daerah yang lain. Adapun mengenai batas-batas daerah/pasar tidak perlu sama dengan batas-batas administrasi pemerintah, melainkan lebih didasarkan kepada faktor-faktor ekonomi, seperti misalnya ongkos transport dan derajat mobilitas barang-barang dan sumber-sumberdaya.
Dari uraian di atas, jelaslah betapa pentingnya kita memiliki pengetahuan tentang perdagangan antar-daerah. Sub-bab ini disajikan untuk menguraikan tentang perdagangan antar-daerah di mana diasumsikan tidak diperlukannya biaya transpor untuk membawa barang dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Sedangkan pada sub-bab 6.7. akan kita saksikan pengaruh biaya transport terhadap perdagangan antar daerah.
Dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan, baik per kapita maupun angka totalnya, kesukaan, selera atau cita rasa penduduk, keaneka-ragaman barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia, dan seterusnya, maka kiranya mudah difahami bahwa kurva permintaan paar akan barang yang sama tendensinya berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Untuk mudahnya kita misalnya suatu negara yang terdiri dari dua pulau, yaitu pulau A dan pulau b, yang mula-mulanya sama sekali tidak ada kontak atau hubungan di antara penduduk ke dua pulau tersebut. Pada Gambar 6.6.1. kita gambar kurva permintaan pasar masyarakat pulau A akan barang Z sebagai kurva DADA, sedangkan kurva yang serupa untuk masyarakat pulau B kita tandai dengan tanda DB DB.
Seperti halnya dengan kurva permintaan, kurva penawaran pasar akan suatu barang juga tendensinya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya keadan sumber-sumber daya, baik kuantitas, kualitas serta komposisinya yang ada di daerah yang satu berbeda dengan yang ada di daerah lain. Pada Gambar 6.6.1. kurva penawaran pasar akan barng Z untuk penduduk pulau A digambar sebagai kurva SASA, sedangkan untuk penduduk pulau B sebagai kurva
SBSB.
Kalau misalnya mula-mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B. Dalam keadaan demikian maka keadaan ekuilibrium pasar di pulau A dan dipulau B akan terbentuk dengan nilai-nilai ekuilibrium :
1, Di pulau A :
(a) harga ekuilirium barang Z = OHA/Z
(b) jumlah konsumsi barang Z = OZA/S.W.
(c) jumlah produksi barang Z = OZA/S.W.
2. Di pulau B :
(a) harga ekuilibrium barang Z = OHB/Z
(b) jumlah konsumsi barang Z = OZB/S.W.
(c) jumlah produksi barang Z = OZB/S.W.
Dari contoh di atas jelas bahwa dalam keadaan tertutup, yaitu tidak ada hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilibrium jumlah produksi selalu sama dengan jumlah konsumsi.
Sekarang kita tinjau apa yang terjadi kalau suatu ketika timbul hubungan antara penduduk A dengan penduduk B?Dengan sendirinya, dengan adanya kontak tersebut para konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang Z di pulau B lebih rendah bila dibandingkan dengan harga barang Z di pulau tempat kediamannya sendiri, sehingga mereka akan berusaha untuk membeli barang Z dari pulau B. Sebaliknya penduduk pulau B dengan mengetahui bahwa harga satuan barang Z di pulau A lebih tinggi daripada harga satua barang Z di pulau tempat tinggal mereka, para produsennya, didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha untuk menjual hasil produksinya berupa barang Z ke pulau A. Oleh karena keinginan para konsumen di pulau A untuk membeli barang Z dari pulau mempunyai sifat komplementer dengan keinginan para produsen di B untuk menjual hasil produsiknya ke pulau A, maka kiraya mudah difahami kalau kemudian terjadi jual beli barang Z antara penduduk pulau B dengan penduduk pulau A.
Terjadinya transkasi jual beli barang Z antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B yang berupa pengalirannya barang Z dari pulau B ke pulau A, mengakibatkan di satu fihak bertambahnya jumlah barang Z yang dapat dibeli oleh para konsumen di pulau A, di lain fihak di pulau B terjadi pengurangan jumlah barang Z yang dapat di beli oleh konsumen setempat. Sebagai akibat daripada kejadian ini maka harga barang Z di pulau A mempunyai tendensi untuk turun sedangkan di pulau B bertendensi untuk naik.
Akibat selanjutnya ialah bahwa sebagai akibat menurunnya harga barang Z di pulau A, maka jumlah barang Z yang oleh para konsumen di pulau A ingin dan sanggup untuk membelinya untuk dikonsumsi bertambah. Kejadian yang sebaliknya terjadi di pulau B. Sebagai akibat meningkatnya harga barang Z di pulau B, maka kesediaan para konsumen untuk membeli barang Z akan menurun.
Produsen di lain fihak memberikan reaksio yang berkebalikan dengan reaksi para konsumen. Sebagai akibat menurunnya harga barang Z di pulau A maka para produsen barang Z di pulau A akan mengurangi produksinya. Sebaliknya para produsen di pulau B; melihat harga pasar barang yang dihasilkan naik, kesediaan mereka untuk menghasilkan barang Z meningkat.
Sebagai akibat daripada bertambahnya konsumsi dan berkurangnya produksi barang Z di pulau A menyebabkan adanya kelebihan konsumsi dari produksi. Sebaliknya di pulau B di mana terdapat peningkatan produksi dan penurunan konsumsi akan terjadi kelebihan produksi di atas konsumsi. Mudahlah kiranya difahami bahwa kelebihan konsumsi barang Z di pulau A akan dipenuhi dari pengiriman kelebihan produksi pualu B.
Proses perubahan di atas, yaitu perubahan harga, perubahan kuantitas yang dihasilkan dan perubahan kuantitas yang dikonsumsi untuk barang Z, baik di pulau A maupun pulau B akan berjalan terus dan akan berhenti hanya apabila jumlah kelebihan konsumsi barang Z oleh penduduk pulau A. Dalam contoh Gambar 6.6.1. perubahan-perubahan tersebut di atas terhenti pada ketinggian harga baik di pulau A maupun di pulau B untuk barang Z per unit setinggi OH, sebab pada ketinggian harga tersebut besarnya kelebihan konsumsi barang Z di pulau A, yang dapat pula disebut supply eficiency, kekurangan penawaran atau kelebihan permintaan barang Z sebesar K sama dengan besarnya kelebihan penawaran barang Z, yang biasa juga disebut adanya excess supply atau adanya surplus barang Z di pulau B, yang besarnya sama dengan S.
Perlu kiranya di sini diketengahkan bahwa kesamaan harga akuilibrium barang Z di daerah minus barang Z pulau A dengan harga ekulibrum barang Z di daerah surplus barang Z pulau B adalah didasarkan kepada asumsi bahwa untuk memindahkan barang Z dari pulau B ke pulau A, atau sebaliknya, sama sekali tidak dibutuhkan pengeluaran biaya transpor.
Setelah kita menemukan harga ekulibrium barang Z yang baru, yaitu setinggi OHt baik di pulau A maupun di pulau B, maka kita akan dapat mengetahui pula besarnya produksi dan konsumsi barang Z tersebut baik di A maupun di B. Di pulau A, jumlah produksi ekulibrium barang Z sebesar OQA, dan jumlah konsumsi ekulibrium barang Z sejumlah OCA. Di pulau B jumlah produksi ekuiibrium barang Z seesar OQB unit dan jumlah konsumsi ekulibrium untuk barang yang sama sebanyak OCB.
Dari contoh di atas jelas kita saksikan bahwa :
1. Untuk daerah surplus berlaku : produksi dikurangi penjualan ke daerah lain sama dengan konsumsi;
2. Untuk daerah minus berlaku : produksi ditambah pembelian dari daerah lain sama
dengan konsumsi.
6.7. PENGARUH ONGKOS TRANSPOR TERHADAP PERDAGANGAN ANTAR DAERAH
Untuk menerangkan perdagangan antar-daerah di mana ada beban ongkos transpor, kita pergunakan Gambar 6.7.1. Dalam gambar tersebut, untuk singkatnya semua biaya selain harga barang bersangkutan yang timbul dari adanya transkasi perdagangan, seperti misalnya ongkos transpor, asuransi, ongkos administrasi, biaya provisi, komisi, ongkos modal dan sebagainya kita jadikan satu dan kita sebut ongkos transpor.
Dengan dimasukkanya ongkos ke dalam model, maka kebagian ekuilibrium akan tercapai apabila dipenuhi syarat-syarat :
(a) harga di daerah minus pengimpor lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga di daerah surplus pengekspor dengan perbedaan setinggi ongkos transpor per unit, dan
(b) pada harga-harga seperti yang diungkapkan pada syarat (a) tersebut diatas, jumlah kesediaan masyarakat daerah minus untuk mengimpor barang bersangkutan sama dengan jumlah kesediaan masyarakatan daerah surplus untuk mengekspornya.
Kalau ini diterangkan pada Gambar 6.7.1., uraian singkatnya adalah sebagai erikut : Apabila t menunjukkan tingginya ongkos transpor per unit barang Z dari daerah A ke daerah B, maka nilai-nilai ekulibrium akan kita jumpai :
Daerah A :
(a) harga ekulibrium : OHA/Z,
(b) ekspor ekulibrium : BC unit barang Z1S.W.
(c) produksi ekulibrium : HAC unit barang Z/S.W.
(d) konsumsi ekulibrium : HAB unit barang ZIS.W.
Daerah B :
(a) harga ekulibrium : OHB/Z,
(b) impor ekulibrium : FG unit barang Z/S.W., di mana FG = BC,
(c) produksi ekulibrium : HBF unit barang ZJS.W.
(d) konsumsi ekulibrium : HBG unit barang Z/S.W.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar